Harapan Jaya dan Harapan Baru
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Harapan Jaya adalah nama salah satu perusahaan bus yang terkenal sejak lama. Dari penelusuran digital ditemukan informasi sebagai berikut: Perusahaan Otobus (PO) Harapan Jaya didirikan pada tahun 1977 oleh almarhum Harjaya Cahyana di Tulungagung, Jawa Timur. Pada awal operasinya, perusahaan ini hanya memiliki tiga unit bus yang melayani rute Tulungagung – Kediri – Surabaya pulang-pergi. Seiring dengan meningkatnya permintaan dan kepercayaan masyarakat, pada tahun 1993, PO Harapan Jaya memperluas layanannya dengan membuka rute baru Tulungagung – Jakarta serta kota-kota lain di Jawa Timur.
Pada tahun 2017, perusahaan ini mulai melayani trayek ke luar Pulau Jawa, seperti Blitar ke Lampung melalui Cikarang, Bekasi, Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Merak. Setahun kemudian, PO Harapan Jaya membuka rute dari Surabaya ke Palembang. Selain layanan reguler, PO Harapan Jaya juga menyediakan bus pariwisata yang mencakup seluruh Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Perusahaan ini juga memasuki bisnis ekspedisi pengiriman barang melalui HJeX.
Kita tinggalkan bus yang melegenda itu di jalan raya, dan kita simak perjalanan daerah kita ini. Setelah melalui proses yang panjang daerah ini memiliki pemimpin baru; baru dalam konteks segalanya; dari generasi baru, orang baru, partainyapun relatif baru. Tidak kalah pentingnya adalah harapan baru yang dipikulkan kepada pemimpin baru dari semua warga yang ada di wilayah ini.
Berdasarkan pengalaman masa lampau, ternyata pengalaman birokrasi yang panjang dari seorang pemimpin kepala daerah, tidak menjamin memberikan solusi permasalahan daerahnya dengan baik; bahkan kejadian sebaliknya, yang ada hanya marah-marah bila tidak satu pikiran dengannya. Kali ini kita disuguhkan pemimpin yang tidak memiliki latarbelakang pengalaman birokrasi kepemerintahan, bahkan murni perpolitikan dan pengusaha. Tentu saja sebagai hukum alam dan hukum sosial, kesalahan itu ada di mana-mana, tidak terkecuali kita semua. Namun yang paling penting adalah kesiapan mau dikoreksi, mau diberi saran, mau mendengarkan dari mereka yang memiliki kepedulian terhadap daerah ini; itu sangat diperlukan.
Belum beberapa jam saja, pemimpin baru sudah mendapat “pukulan ringan” dari mereka yang tidak menyukai keberadaannya, dengan cara menyebarkan melalui media sosial bahwa pada waktu membacakan teks falsafah negara, dilompatkan ke nomor urutan berikut. Ternyata hal ini langsung disambut oleh pemerhati media sosial Lampung dengan memberikan koreksi dan tanggapan bahwa berita itu adalah hoax; beliau memberikan klarifikasi bukti lengkap akan hal itu. Sayangnya sampai tulisan ini dibuat, permohonan maaf dan penarikan medsos sesat tadi belum dilakukan. Tentu kedepan peristiwa-peristiwa seperti ini akan muncul sebagai wujud dinamika kehidupan, dan tidak perlu dirisaukan sejauh ada bukti-bukti untuk meluruskan, hal seperti ini tidak perlu ditakutkan. Justru disini peran Lembaga Kominfo sangat diperlukan, bukan pekerjaannya hanya mewartakan serimonial belaka.
Lalu apa harapan yang mendesak untuk diselesaikan oleh pemimpin muda harapan bangsa ini ke depan? Pertama, infrastruktur jalan yang sudah begitu amat sangat mendesak. Bisa dirasakan jalan-jalan provinsi yang ada hampir semua wilayah kondisinya hancur, sebagai contoh jalan-jalan di wilayah perbatasan provinsi yang berhadapan dengan provinsi tetangga hampir semua tidak layak jalan. Bahkan ada satu jalan vital secara ekonomi, tetapi sudah lebih dari sepuluh tahun tidak tersentuh aspal perbaikan sekalipun.
Kedua, ekonomi kerakyatan yang bersinggungan langsung dengan periuk nasi mereka. Sebagai contoh harga komoditas pertanian yang dengan mudah dikendalikan oleh para pemilik modal. Akhirnya rakyat menjadi sangat sengsara, karena jika panen harga menjadi hancur, sementara jika tidak dalam kondisi panen, harga dinaikkan sejadi-jadinya dengan dalih hukum ekonomi pasar. Di sini kehadiran pemerintah daerah sangat dinanti oleh warga untuk dapat memberikan solusi. Pembelajaran yang diperoleh dari kasus singkong yang menasional, menunjukkan kelemahan pemimpin daerah pada masa lalu terhadap rakyatnya.
Ketiga, keamanan yang akhir-akhir ini mencuat kembali ke permukaan, tampaknya harus ada koordinasi tingkat pimpinan agar ada semacam kerjasama kelembagaan yang terus-menerus dari atas sampai bawah, terutama pengadaan fasilitas pendukung, agar mobilitas petugas keamanan dalam memberikan rasa aman dapat hadir di tengah masyarakat, menjadi semakin terasa.
Keempat, bidang pendidikan dan kesehatan. Program makan siang bergizi itu tidak dapat dilaksanakan dengan maksimal manakala bidang pendidikan dan kesehatan berjalan sendiri-sendiri. Harus ada semacam pusat pengendali di bawah langsung pimpinan daerah, agar program tersebut berjalan sesuai dengan arahan pemerintah pusat; jika itu tidak dipikirkan dan dirancang dengan baik, maka yang akan terjadi adalah membuat sarang korupsi baru bagi para penyelenggara negara. Belajar dari kasus Covid yang banyak meninggalkan catatan-catatan merah pada bidang pembiayaan dan keuangan.
Kelima, bidang birokrasi. Pada bidang ini, karena menyangkut tata aturan administrasi negara, pimpinan daerah diminta hati-hati sebelum mengambil keputusan. Jangan sampai pemindahan/mutasi, pengangkatan pada jabatan-jabatan tertentu yang menjadi kewenangan pimpinan daerah; justru dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk memuluskan keinginannya dengan berlindung dari ketidakpahaman administrasi negara dari pimpinan daerah. Untuk itu tidak salah jika “tim sinkronisasi” dan atau apapun namanya yang membantu kepala daerah mempersiapkan segalanya ini, dapat menangkap aspirasi dan merumuskannya dalam bentuk kebijakan, dan kemudian menjadi masukan Badan Perencana Daerah untuk menyusun kebijakkan program.
Masih banyak hal yang harus didiskusikan, namun karena keterbatasan ruang dan spektrum; maka sangat tidak etis jika itu dibentang pada media massa seperti ini. Diskusi-diskusi dialogis baik formal maupun informal yang pernah dibangun semasa Haris Hasyim, Ansori Djausal, Muhajir Utomo dan masih banyak lagi, patut untuk dihidupkan kembali dengan darah muda baru, dengan gagasan baru agar ruang partisipasi publik terbangun guna kepentingan daerah ini ke depan. Salam Waras (SJ)
Editor: Gilang Agusman