Dana Bos Mengalir ke Para Bos?
Oleh Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Lampung
–
DUNIA pendidikan kita sepertinya tidak baik-baik saja, mulai dari perundungan antarsiswa hingga sampai kecolongan adanya pelajar yang tak sekolah gara-gara miskin dan ketidaklengkapan kependudukan orangtuanya. Viral hari ini, seorang siswi mengaku dilecehkan guru renangnya.
Entah bagaimana jadinya, DPRD Kota Bandarlampung juga baru saja mencoret dana bantuan Rp6 miliar APBD Perubahan 2023 bagi pelajar SD dan SMP tak mampu secara ekonomi lewat program bina lingkungan (biling).
Belum cukup, masih ada lagi temuan BPK RI Perwakilan Lampung yang mengungkapnya banyaknya penggunaan dana BOS tak sesuai peruntukkannya bahkan ada yang tidak jelas pertanggungjawabannya.
Lebih miris lagi, ada guru tidak tetap yang pada anggaran tertera Rp900 ribu per bulan namun hanya terima Rp500 ribu sampai Rp600 ribu. Dicuil, alasannya, buat dana tidak terduga. Saat diminta bukti pengeluaran, pimpinan sekolah tidak bisa menunjukkannya.
Ada yang lebih seru lagi realisasi belanja dengan nilai yang digunakan sama dengan nol. Total penyimpangan dana BOS tahun 2022 ditemukan Rp4,7 miliar. Jika hasil uji petik lima SMP negeri dan 10 SD negeri sudah carut marut bagaimana dengan sekolah-sekolah lainnya.
Pertanyaan lanjutannya, kemana saja dana itu mengalir; apakah seperti Lagu Bengawan Solo ciptaan Almarhum Gesang; ”Mengalir smpai jauuuh. Siapa saja penikmat aliran itu, kenapa bisa mengalir, dan siapa yang meristui aliran itu
Akhirnya kontradiksi sekali, satu sisi masih ada yang tercecer anak miskin tidak bisa sekolah, sementara dana BOS yang disiapkan untuk mereka mengalir mungkin ke para bos sekolah yang jika ditelusuri tingkatan bisa berjenjang dan berkelanjutan, sesuai dengan , dan funsinya masing-masing.
Sinyalemen dana BOS untuk “bancakan” sudah lama ditengarai, namun belum ada data akurat untuk membeberkannya. Sementara ini betul-betul data yang dikeluarkan oleh lembaga pemeriksa resmi milik negara, tentu tingkat kredibilitasnya tinggi.
Hanya apakah seperti masa lalu, pemaparan dan hasil penyelesaian selalu berbanding terbalik. Oleh sebab itu sebagai warganegara yang memerlukan informasi, tentu tidak salah jika ada pengawalan oleh masyarakat, bagaimana ending-nya penyimpangan dana Bos ini.
Kebiasaan “masuk angin” di jalan tentunya jangan terus dipelihara, karena lembaga pemeriksa memiliki kredibilitas yang dipertaruhkan. Tidaklah elok kepercayaan yang telah diamanatkan kepada mereka oleh konstitusi, bisa diatur-atur oleh lembaga lain yang terkena akan perbuatannya.
Sementara itu bagi lembaga DPR-nya bukan hanya mengesahkan atau menolak, tetapi juga harus mengontrol untuk memastikan anggaran itu tepat sasaran atau tidak.
Jangan pula karena “cipratan” anggaran itu enak, maka tidak perlu berbuat apa-apa, ingat, anda dipilih oleh rakyat itu untuk menjadi telinga, kaki dan tangan rakyat.
Akhirnya timbul pertanyaan “masih kah perlu BOS jika itu akan mengalir kepada bos. Ini menjadi dilematis; dan oleh karena itu sudah selayaknya setelah pemerintahan baru tahun depan, mekanisme BOS perlu ditata kembali mekanisme dan peruntukannya.
Sudah seharusnya mutu pendidikan kita itu baik dan tidak ada anak yang tidak sekolah, bisa di bayangkan ada dana BOS, ada BOS-DA, ada Komite yang semua diarahkan guna kepentingan pendidikan.
Namun nyatanya tidak sedikit yang masuk kanal lain, mengalir ke tempat lain, yang tidak selayaknya mendapatkan dana itu justru mengambil duluan. (SJ)