Hidup yang Menghidupi
Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Universitas Malahayati Bandar Lampung
–
Makna dari hidup yang menghidupi bisa diartikan sebagai konsep bahwa tujuan utama keberadaan seseorang adalah untuk memberi arti dan memberi kehidupan kepada orang lain, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual. Ini mengacu pada gagasan bahwa kebahagiaan dan pemenuhan pribadi sering kali ditemukan melalui pengabdian kepada orang lain dan kontribusi positif terhadap dunia di sekitar kita.
Dalam konteks ini, “menghidupi” bukan hanya tentang memberi makan dan memberi perlindungan fisik kepada orang lain, tetapi juga tentang memberi makna, dukungan, dan inspirasi kepada mereka. Hal ini dapat dicapai melalui cinta, perhatian, pertemanan, membantu orang lain mencapai tujuan mereka, atau bahkan menciptakan sesuatu yang memiliki dampak positif pada masyarakat.
Makna hidup yang menghidupi sering kali dihubungkan dengan konsep filosofis seperti altruisme, empati, dan pelayanan kepada orang lain. Ketika seseorang hidup dengan prinsip ini, mereka merasa terhubung dengan sesama manusia dan dunia di sekitar mereka, yang pada gilirannya memberi mereka rasa pemenuhan dan tujuan yang mendalam dalam hidup mereka.
Mari kita bumikan dunia filsafat itu, maka kita simak apa yeng terjadi disekitar; ternyata banyak hal sekarang berbanding terbalik dari “seharus”nya menjadi “nyata”nya. Keduanya sangat paradok, bahkan tidak jumbuh. Akibatnya banyak hal menjadi kontradiktif; semula kita berharap, ternyata tipu yang didapat. Semula diharap menjadi nyata, ternyata hanya fatamorgana.
Memang benar apa yang dikatakan orang bijak bahwa jika diakhir itu penyesalan, sedangkan diawal itu pendaftaran. Banyak diantara kita mendaftarkan persoalan pada loket yang tidak berpintu, akhirnya jangankan jalan keluar yang didapat; pintu masukpun tak kita peroleh. Oleh sebab itu tidak heran jika pada saat sekarang kita menemukan gejolak akibat tidak tuntasnya persoalan itu diselesaikan. Sebagai contoh jalan yang dijanjikan akan dibangun, ternyata ditunggu tidak ada kepastian; akibatnya masyarakat turun kejalan untuk menanam pohon pisang.
Itu baru sebagian kecil dari bagaimana hidup yang tidak menghidupi akhirnya yang seharusnya dihidupi, mencari hidup sendiri agar tetap bisa bertahan hidup. Contoh lain, bagaimana seseorang harus bertahan hidup dalam terpaan kesulitan hidup; tetapi justru dihidupi dengan cara tidak menghidupi, model yang dilakukan membuat ketergantungan akan bantuan hidup; bukan pekerjaan yang bisa melanjutkan hidup. Tentu saja akibatnya yang terjadi ada orang hidup yang sudah tidak hidup, karena kehidupannya sudah tercabut. Dan, akhirnya menjadi penunggu bantuan, yang semua itu mengubur semua harapan hidupnya.
Namun ternyata nun jauh di sana masih ada matahari bersinar yang menerangi bumi; ada petinggi negeri yang memimpin daerah jauh diperbatasan; sayup sayup terdengar dan terlihat bagaimana selalu peduli dengan orang atau warga yang kurang beruntung. Sosok itu tidak mau dipublikasi manakala berbuat untuk negeri. Menyantuni anak yatim dengan memberikan kesempatan yang sama pada setiap kesempatan yang ada, mendirikan rumah ibadah dengan tidak melabelkan nama, menyambungkan listrik pada rumah mereka yang secara ekonomi tidak mungkin bisa, dan masih banyak lagi beliau perbuat.
Di tengah-tengah suara miring tentang pejabat negeri ini, tetapi yang bersangkutan tetap istiqomah untuk bisa berada pada wilayah yang hidupnya dapat menghidupi. Bahkan Tuhan memberikan anugera kesuksesan memperoleh gelar akademik tertinggi kepada beliau, walau tentu dengan perjuangan yang tidak mudah dan tidak semua orang bisa.
Ada lagi di tengah hirukpikuk keramaian, seorang jurnalis merangkap pendakwah; dengan bermodal ilmu pengetahuan agama yang dimiliki mereka bersepakat bersama istri, memutuskan diri untuk menjadi pendakwah. Hal ini karena didasari pada pemikiran bahwa pewarta sejati itu adalah Illahi, karena dengan firman-NYA, semua disampaikan kepada seluruh ciptaan-NYA untuk mengabdi tanpa henti. Hidup jurnalis ini menghidupi sekitarnya dengan berperan sebagai suluh untuk menunjukkan jalan terang menuju alam keabadian. Sama dengan saudara seprofesinya; sekalipun harus berjuang dari bawah karena kendala relasi sosial dengan keluarga ; namun tetap menebar kebaikan dengan caranya.
Ternyata masih banyak orang baik berserak dimuka bumi ini yang hidupnya digunakan untuk menghidupi sesama. Tidak peduli profesi atau pekerjaannya, ternyata itu bukan halangan untuk berbuat baik dengan caranya. Ada yang berprofesi seadanya, dan ada yang berprofesi sebagai penentu negeri ini; semua bukan halangan baginya untuk menggunakan hidupnya menghidupi sesame.
Lentera ditengah pekatnya malam itu jauh lebih berharga jika dibandingkan dengan cahaya purnama di siang bolong; tampaknya ungkapan ini mengilhami kita semua untuk selalu berbuat baik, karena pada dasarnya di dunia ini banyak orang baik, paling tidak diri kita yang selalu berusaha untuk menjadi baik.
Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankannya, selamat untuk menjadi orang baik dan salam waras. (SJ)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!